Home » » Laporan Penelitian Perdagangan Cakar Kota Parepare Sulawesi Selatan

Laporan Penelitian Perdagangan Cakar Kota Parepare Sulawesi Selatan



KATA PENGANTAR

       Pertama-tama dengan sepenuh hati, saya ingin mengucapkan termah kasih kepada Allah SWT. dan terima kasih kepada narasumber yang tidak ingin disebutkan namanya, yang memberikan kami informasi  sehingga terkumpulah semuanya dan menjadi laporan yang berisikan tentang perdagangan cakar yang ada di pare-pare Sulawesi selatan. Dan juga ucapkan terima kasih kepada pembimbing Bapak Abdul Rahman yang menjadi penimbang atas baik buruknya pembahasan dalam laporan ini.

       Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang menjadi penuntun dan pemberi keridhoan seraya langkah kami menuju kesuksesan laporan ini. Walaupun dalam pencaharian informasi kami hanya melakukan penelitian kecil dengan cangkupan kecil dan jangka waktu yang sedikit juga akan tetapi dalam pembuatan hasil laporan ini nantinya berdasarkan perluasan atas sumber-sumber lainnya sehingga bukan hanya berdasar penelitian dasar semata.
      Akhir dari laporan ini, kami berharap agar sekiranya ada kritik dan saran atas pembahasan didalamnya, agar ada lagi perspektif pengembangan laporan selanjutnya. Kami memaparkan semaksimal mungkin  materi yang kami dapat baik dari study kasus langsung dan dengan referensi lain baik dari buku-buku maupun dari materi-materi di internet.
      Dengan pengantar ini, kami mengajak kepada semua pembaca agar dapat menjadikan laporan ini wadah penambah wawasan dan pengetahuan serta dapat dijadikan referensi lain dalam perspektif lain juga.
       Baiklah dengan ini kami memaparkan laporan kami, selamat membaca semoga dapat manfaat, sekian kami menutup dan membuka kembali dengan ucapan…
Bismillahirrahmanirrahim..
Pendahuluan

A.   Pengantar
       Di beberapa dekade terakhir ini, sadar maupun tidak sadar kita mengalami masa dimana fasion sudah menjadi kewajiban yang dituntun oleh zaman, lingkungan dan keseharian menuntut kita untuk tetap memperhatikan subjek-subjek seperti itu. Pakaian maupun model-model didalamnya, semuanya terikat dalam perkembangan fasion dunia pada saat itu. keadaan mewajibkan kita untuk up to date atau selalu memperbaharui penampilan dengan gaya-gaya atau modis modis trend masa kini
          Budaya-budaya global juga ikut berperan aktif dan malah menjadi pelopor adanya distorsi atas kegunaan dan fungsi dari pakaian itu sendiri. Globalisasi dalam hal ini adanya budaya seperti global pop culture merupakan bukti  nyata akan lahirnya generasi baru tentang kewajiban dan pandangan khalayak banyak yang menjurus kepada keharusan untuk menjadi seperti mayoritas yang dimana apabila kita tidak mengikuti perkembangan itu maka upnormal mungkin akan digelarkan kepada kita yang tidak mengikuti perkembangan tadi.
      Fashion juga tidak hanya di ikuti atau dibesarkan dalam skala kota-kota besar, akan tetapi bagaimana kembali lagi globalisasi dengan sarana dan prasarana yang mendukung tergerusnya masyarakat-masyarakat pedesaan tentang komunikasi dan informasi, dan dengan di dukungnya sekarang ini dengan budaya modern yang sudah merambah tinggi dalam pedesaan sehingga fashion ini menjadi hal baru dan lama kelamaan semua kalangan mendapatkan informasi dan keseragaman pandangan akan bagiamana fashion mengikat semua kalangan tersebut. Tidak kah sekarang kita memperhatikan bagaimana telah tersedianya segala macam pakaian yang mendukung kita dengan harga yang terjangkau, walaupun keasliannya masih diragukan dengan adanya penyimbolan seperti kata KW yang menjadi level-level kualitas keaslian sampai yang akan terbahas dalam laporan/paper ini yaitu CAKAR.
      Tidak kah sekarang ini, setelah beberapa fakta yang telah tersajikan dalam laporan/paper ini, dan dengan perluasan pembahasan, memancing anda untuk bisa mengetahui lebih dalam lagi tentang bagaimana maraknya budaya-budaya fashion khususnya pakaian cakar di kota pare-pare Sulawesi selatan yang menjadi kuda hitam dalam konsumerisasi fashion di khalayak banyak.
B.   Fokus Masalah
      Laporan atau paper ini, bertujuan agar para pembaca mampu lebih menyadari dan lebih mendalami bahwa dewasa ini muncul hal-hal baru yang juga menarik dalam keseharian dan menarik untuk dikaji lebih mendalam. Yang kemudian menjadi budaya tersendiri dalam lingkungan dan keseharian kita. Fashion dan nilai ekonomi saling berkaitan, serta budaya konsumerisasi yang tetap mendapar relasi dengan baik usia maupun kembali tingkat stratifikasi ekonomi dalam kaitannya fashionable.
Berikut ini adalah beberapa gagasan yang menjadi focus paper kami :
1.    Definisi cakar?
2.    Sejarah asal-mula cakar?
3.    Semua tentang kota pare-pare?
4.    Relasi kota pare-pare dengan cakar?
5.    Semua tentang cakar?
6.    Cakar dan budaya bugis Makassar?
7.    Cakar dulu, kini dan nanti?
8.    Cakar vs KW ?
9.    Cakar di Mata dunia?

ISI
       Paper ini berjudul “ Perdagangan pakaian Cakar di Pare-pare”, yang memfokuskan pembahasan utamanya mengenai cakar itu sendiri dan Kota pare-pare yang menjadi wilayah pemasarannya.
      Sekarang ini dimana kita ingin memuaskan hasrat kita dengan segala macam kebutuhan yang sewajarnya hanya sebagai pelengkap bukan kewajiban, dimana pelengkap itu telah mengalami distorsi kea rah keharusan untuk seperti itu. sekarang ini dimana fashion dan life stayle  telah membawa kita kea rah eksistensi akan tingginya rasa ingin menampilkan yang berbeda dengan kebanyakan orang. Begitu pun dengan pakaian, dimana segala macam model dan harga sudah memberikan kita kemudahan akan lebih menampilkan diri kita ke lingkungan. Dimana seraya menyampingkan tentang kualitas dan hanya mengedepankan tentang apa yang dilihat semata. Wujud dapat dimanupulasi akan tetapi kualitas mungkin tidak.
      Itulah sekarang bagaimana muncullah sarana pendukung kebutuhan yaitu pakaian cakar, mungkin sudah tidak asing di telingan pembaca, akan tetapi untuk lebih memperjelas lagi sebenarnya apa dan bagaimanakah yang disebut cakar tadi.
       Bekas tetapi berkelas, mungkin kata yang paling tepat buat pakaian cap karung alias cakar. Cakar adalah pakaian impor bekas yang banyak diminati masyarakat karena kualitasnya.[1]
      Mungkin anda bertanya-tanya kenapa dikatakan cap karung. Sebenarnya cakar yang merupakan barang ekspor dari luar negeri seperti Malaysia,singapura sampai amerika sana dalam tahap pengirimannya itu menggunakan karung-karung, yahh karena itulah disebutnya cap karung, dan kemudian di dukung dengan bau-bau pakaian itu yang memang berbau karung, dan banyak merek sehingga disimpulkan saja bahwa semua pakaian bekas tadi dikatakan cakar atau cap karung.

Sejarah asal usul Cakar :
      Hmmm, tidak ada yang tahu pasti sejarah asal muasalnya bagaimana, tapi menurut cerita dari mulut ke mulut, bursa Cakar mulai dikenal di Kota Pangkajene, ibukota Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) Provinsi Sulsel pada tahun 80-an. Sejumlah pedagang di daerah tersebut memperoleh bahan-bahan pakaian bekas dari luar negeri — mulanya hanya jenis baju kemeja, yang dibeli dari para pedagang di Pulau Wanci (kini Kabupaten Wakatobi) di Provinsi Sulawesi Tenggara. Kemungkinan masuknya dari pelabuhan di kota Pare-Pare, kotamadya yang letaknya berdekatan dengan kabupaten Sidrap.
    Di wilayah Sulawesi Tenggara perdagangan pakaian bekas ini dikenal dengan istilah Pasar ‘RB’ (RB singkatan dari kata ‘Rombengan’). Tapi karena perdagangan pakaian bekas ini dilakukan dengan cara penjualan Bal per Bal. Maksudnya, tidak dijual satu per satu, tapi harus per karung (bal) berisi hingga 300 potong kemeja bekas yang masih dalam kondisi disegel dari Negara asalnya. Maka kemudian pedagang dan masyarakat di Kabupaten Sidrap menyebutnya sebagai pakaian ‘Cap Karung’.
     Dalam perkembangannya kemudian, sebutan pakaian ‘Cap Karung’ itu disingkat sebagai ‘Cakar’. Istilah itu dianggap cocok, sebab awal dari perdagangan pakaian bekas ini di Sidrap, para pembeli seolah saling cakar berebut untuk memilih pakaian-pakaian yang cocok dan baik ketika baru dibuka dari bal-nya. Umumnya pembeli yang kemudian berdatangan dari berbagai kabupaten tetangganya Sidrap, seperti dari Kabupaten Wajo, Soppeng dan Pinrang antusias untuk membeli Cakar yang baru dibuka langsung dari bal-nya.
Belakangan, perdagangan ‘Cakar’ yang diminati warga merambah ke semua wilayah kabupaten/kota hingga ke wilayah pelosok di Provinsi Sulawesi Selatan. Termasuk pada akhir tahun 90-an mulai menerobos dan justru diminati warga di Kota Makassar. Tak heran jika perdagangan atau ‘Bursa Cakar’ ini tak hanya hadir mewarnai dinamika perdagangan pasar-pasar tradisional di Kota Makassar, seperti di Pasar Terong, Pasar daya, Pasar Cidu (Tinumbu), Pasar Karuwisi, dan Pasar Maricaya.
Bursa Cakar di Kota Makassar ini juga merupakan bagian dari wajah asli Indonesia kita sat ini. Indonesia dan Makassar dengan segala keunikannya.[2]
Semua Tentang Kota Pare-pare :
     Mungkin agak melenceng dari pembahasan-pembahasan sebelumnya, berhubung karena pembahasa inti paper ini adalah mencangkup tentang prospek perdagangan cakar yang berada dalam lingkup kota pare-pare, maka kami membahas pula bagaimana dan letak kota pare-pare itu sendiri.
      Kota Parepare adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah 99,33 km² dan berpenduduk sebanyak ±140.000 jiwa. Salah satu tokoh terkenal yang lahir di kota ini adalah B. J. Habibie, presiden ke-3 Indonesia.
      Di awal perkembangannya, dataran tinggi yang sekarang ini disebut Kota Parepare, dahulunya adalah merupakan semak-semak belukar yang diselang-selingi oleh lubang-lubang tanah yang agak miring sebagai tempat yang pada keseluruhannya tumbuh secara liar tidak teratur, mulai dari utara (Cappa Ujung) hingga ke jurusan selatan kota. Kemudian dengan melalui proses perkembangan sejarah sedemikian rupa dataran itu dinamakan Kota Parepare.
       Lontara Kerajaan Suppa menyebutkan, sekitar abad XIV seorang anak Raja Suppa meninggalkan Istana dan pergi ke selatan mendirikan wilayah tersendiri pada tepian pantai karena memiliki hobi memancing. Wilayah itu kemudian dikenal sebagai kerajaan Soreang, kemudian satu lagi kerajaan berdiri sekitar abad XV yakni Kerajaan Bacukiki.
        Kata Parepare ditenggarai sebagian orang berasal dari kisah Raja Gowa, dalam satu kunjungan persahabatan Raja Gowa XI, Manrigau Dg. Bonto Karaeng Tunipallangga (1547-1566) berjalan-jalan dari kerajaan Bacukiki ke Kerajaan Soreang. Sebagai seorang raja yang dikenal sebagai ahli strategi dan pelopor pembangunan, Kerajaan Gowa tertarik dengan pemandangan yang indah pada hamparan ini dan spontan menyebut “Bajiki Ni Pare” artinya “(Pelabuhan di kawasan ini) di buat dengan baik”. Parepare ramai dikunjungi termasuk orang-orang Melayu yang datang berdagang ke kawasan Suppa.
        Kata Parepare punya arti tersendiri dalam bahasa Bugis, kata Parepare bermakna " Kain Penghias " yg digunakan diacara semisal pernikahan, hal ini dapat kita lihat dalam buku sastra lontara La Galigo yang disusun oleh Arung Pancana Toa Naskah NBG 188 yang terdiri dari 12 jilid yang jumlah halamannya 2851, kata Parepare terdapat dibeberapa tempat diantaranya pada jilid 2 hal [62] baris no. 30 yang berbunyi " pura makkenna linro langkana PAREPARE" (KAIN PENGHIAS depan istana sudah dipasang).
         Melihat posisi yang strategis sebagai pelabuhan yang terlindungi oleh tanjung di depannya, serta memang sudah ramai dikunjungi orang-orang, maka Belanda pertama kali merebut tempat ini kemudian menjadikannya kota penting di wilayah bagian tengah Sulawesi Selatan. Di sinilah Belanda bermarkas untuk melebarkan sayapnya dan merambah seluruh dataran timur dan utara Sulawesi Selatan. Hal ini yang berpusat di Parepare untuk wilayah Ajatappareng.
       Pada zaman Hindia Belanda, di Kota Parepare, berkedudukan seorang Asisten Residen dan seorang Controlur atau Gezag Hebber sebagai Pimpinan Pemerintah (Hindia Belanda) dengan status wilayah pemerintah yang dinamakan “Afdeling Parepare” yang meliputi, Onder Afdeling Barru, Onder Afdeling Sidenreng Rappang, Onder Afdeling Enrekang, Onder Afdeling Pinrang dan Onder Afdeling Parepare.
       Pada setiap wilayah/Onder Afdeling berkedudukan Controlur atau Gezag Hebber. Disamping adanya aparat pemerintah Hindia Belanda tersebut, struktur Pemerintahan Hindia Belanda ini dibantu pula oleh aparat pemerintah raja-raja bugis, yaitu Arung Barru di Barru, Addatuang Sidenreng di Sidenreng Rappang, Arung Enrekang di Enrekang, Addatung Sawitto di Pinrang, sedangkan di Parepare berkedudukan Arung Mallusetasi.
        Struktur pemerintahan ini, berjalan hingga pecahnya Perang Dunia II yaitu pada saat terhapusnya Pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1942. Pada zaman kemerdekaan Indonesia tahun 1945, struktur pemerintahan disesuaikan dengan undang-undang no. 1 tahun 1945 (Komite Nasional Indonesia). Dan selanjutnya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1948, dimana struktur pemerintahannya juga mengalami perubahan, yaitu di daerah hanya ada Kepala Daerah atau Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) dan tidak ada lagi semacam Asisten Residen atau Ken Karikan.
        Pada waktu status Parepare tetap menjadi Afdeling yang wilayahnya tetap meliputi 5 Daerah seperti yang disebutkan sebelumnya. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 tentang pembentukan dan pembagian Daerah-daerah tingkat II dalam wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, maka ke empat Onder Afdeling tersebut menjadi Kabupaten Tingkat II, yaitu masing-masing Kabupaten Tingkat II Barru, Sidenreng Rappang, Enrekang dan Pinrang, sedangkan Parepare sendiri berstatus Kota Praja Tingkat II Parepare. Kemudian pada tahun 1963 istilah Kota Praja diganti menjadi Kotamadya dan setelah keluarnya UU No. 2 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka status Kotamadya berganti menjadi “KOTA” sampai sekarang ini.
      Didasarkan pada tanggal pelantikan dan pengambilan sumpah Walikotamadya Pertama H. Andi Mannaungi pada tanggal 17 Februari 1960, maka dengan Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah No. 3 Tahun 1970 ditetapkan hari kelahiran Kotamadya Parepare tanggal 17 Februari 1960.[3]

Relasi antara Kota Pare-pare dengan Pakaian Cakar :
     Berbicara mengenai bagaimana dan apakah yang menjadi hubungan antara kota pare-pare dengan pakaian cakar itu sendiri, maka kita harus memperhatikan segala aspek pendukung yang memang sadar tidak sadar menjadi identitas tersendiri dan wujud keunikan dan pengenal akan potensi atau nilai lebih suatu wilayah.
     Berbicara mengenai kota pare-pare mungkin yang akan kita sebutkan yaitu masyarakat madaninya, kemudian keindahan pantainya, kemudian nelayannya serta potensi perdagangannya, terkhusus pada pasar senggol dan pasar lakessi. Potensi pasar senggol dan lakessi dalam perkembangan ekonomi kerakyatan atau pendapatan asli daerah ( PAD ),baik masyarakat sendiri sebagai subjek dan pemerintah yang mewadahi dan mendukung langkah ini, dikarenakan terdapat banyak keuntungan yang dihasilkan oleh prospek perdagangan ini dalam perkembangan ekonomi masyarakat dan kota pare-pare sendiri.[4]
    Sadar tidak sadar apabila kita berbicara tentang pare-pare di area luar pare-pare dan kita menanyakan kepada masyarakat banyak, mereka akan mengatakan tentang relasi kuat antara Kota Pare-pare dengan perdagangan cakar. “pare-pare ka gudang na pabbalu cakar, masempo na maroa” kata-kata seperti itulah yang sering terdengar dari para masyarakat diluar kota Pare-pare. Yang berpendapat mengenai relasi antara Cakar dan pare-pare.
    Padahal sekiranya apabila kita melihat seperti tadi mengenai asal-usul cakar itu sendiri, dan juga study kasus langsung tentang jalur atau struktur jaringan perdagangan cakar, malah akan membawa kita di wilayah sidrap yang juga tidak terlalu jauh dari pare-pare, yang mana disana perdagangan cakar malah lebih besar dari pada di kota pare-pare itu sendiri.
    Adapun relasi lainnya antara cakar dan pare-pare, bagaimana sekarang ini kota pare-pare lagi gempar-gemparnya membangun, pasar modern, pusat perbelanjaan, objek wisata, serta sarana olahraga masyarakat,serta infrastruktur pembangunan  kesehatan. semua itu genjot di bangun dengan hasil yang sudah sedikit demi sedikit terlihat. Dan menurut berita dari online di ( http.beritakotamakssar.com) yang termuat pada tanggal 22 februari 2013 pukul 00.00. mengatakan bahwa membangun kota pare-pare tidak perlu menggunakan APBD. Wah sungguh menakjubkan apabila hal seperti ini benar-benar terjadi. Katanya, pembangunan kota bisa dilakukan dengan bantuan-bantuan dana dari aspek investasi akan banyaknya prospek wisata di kota pare-pare sampai penggunaan bantuan dana dari aspek perdagangan. Nahh cakar juga begitu yang dinilai akan menjadi bantuan aktif untuk pembangunan.





Semua tentang Pakaian Cakar:
1.    Tentang Pedagang Cakar.
     Dalam study kasus yang kami lakukan, rata-rata pedagang cakar itu berasal dari wilayah ajattapareng, atau apabila dijabarkan berasal dari Pare-pare sendiri,sidrap,pinrang dan barru. Walaupun pada dasarnya bukan hanya diwilayah itu saja pakaian cakar di jual, sampai kota-kota besar pakaian cakar juga melimpah ruah dipasar-pasar.
     Para pedagang cakar pada awalnya tertarik melakukan pekerjaan ini adalah karena menurutnya, mereka mendapat potensi besar dari budaya baru yang telah terbahas sebelumnya mengenai budaya trend atau yang mengandung eksistensi tersendiri, selain itu dengan kondisi perekonomian masyarakat yang bertahap-tahap atau tidak merata maka potensi perdagangan cakar malah semakin potensial. Selain itu banyak pendukung lainnya seperti pasokan pakaian cakar yang seakan tidak habis-habis, serta pakaian yang ditawarkan juga up to date, atau tidak kuno dalam kata anak muda sekarang tidak katro. Dan juga asal muasal pakaian cakar tadi yang sudah menyentuh wilayah Benua Amerika, apalagi hanya Eropa.
     Pedagang juga melihat prospek perdagangan seperti ini akan membawa materi yang lebih baik, berhubung awal pembelian bukan perbuah akan tetapi berkarung, sehingga lebih menguntungkan pedagang cakar itu sendiri. Akan tetapi mereka juga bukan hanya mengambil-mengambil saja, seperti kata informan yang kami temui dalam penelitian kami, katanya pedagang cakar juga ikut terjerus dalam persaingan, siapa pedagang yang punya jaringan dari pusat, maka akan mendapatkan pakaian yang berkualitas dan siap pula yang cepat mengambil dari pusat maka dia juga yang bisa memilah menurutnya sendiri. Jadi semua aspek berperan aktif dalam kaitannya, memudahkan dalam penjualan nantinya, dan tetap dengan pandangannya mengenai keinginan konsumen atau yang lagi trend sehingga seperti tadi, akan lebih cepat laku penjualannya.
2.    Pandangan Konsumen Tentang Pakaian Cakar.
     Berbicara mengenai pandangan konsumen tentang pakaian cakar, disini kami menggolongkan pandangan konsumen dari tingkatan usia dan minat akan pakaian cakar itu sendiri dari penelitian singkat kami.
     Kebanyakan yang tertarik dengan pakaian cakar adalah mereka yang bisa dikatakan usia separuh baya, dimana mereka berpandangan bahwa kuantitas lebih baik dalam penggunaan yang mereka katakan disesuaikan dibandingkan kualitas, mereka memandang bahwa buat apa mencari barang-barang yang mahal kalau ada pakaian cakar yang juga sama kegunaan dan harganya terjangkau walau mengenyampingkan kualitas. Katanya dengan ketersediaan berbagai jenis dan merek pakaian yang disediakan, semua bisa dijangkau oleh semua kelas dalam masyarakat.
    Tidak jauh berbeda dengan pendapat kalangan muda-mudi, yang berpandangan bahwa cakar memberikan pilihan lain dalam hal fashion mereka dan tuntutan zaman, banyak yang tersedia dan tetap berkualitas, kenapa harus malu memakai cakar kalau memang pakaian baru ujung-ujungnya akan jadi pakaian bekas juga. Merekpun malah lebih mendukung pakaian cakar dengan harga yang terjangkaunya. Cakar memberikan jalur pengklasan dalam masyarakat bisa dikatan semakin jelas bisa juga dikatan sedikit terhapus, karena dengan penggunaan pakaian cakar maka secara umumnya pandangan semuanya akan melihat bahwa kita dalam kalangan kelas menengah ke bawah, akan tetapi juga bisa berpendapat bahwa dengan banyaknya merek yang disediakan dalam cakar, yang mana apabila ditelusuri merek-merek seperti watchout,Christian dior,liberty,N2. Dan merek-merek terkenal lahirnya yang pada dasarnya mempunyai harga selangit di keasliannya dan penjualannya,malah ditemukan di pakaian cakar yang mana mempunyai harga yang terjangkau, dikatakan hitung ratusan ribu juga tidak sampai, sangat terjangkau. Kalangan muda-mudi juga apabila di simpulkan berpendapat bahwa cakar sekarang ini letaknya sudah berada pada kebutuhan hidup masyarakat bukan pengklasan masyarakat.

3.    Pandangan pedagang pakaian baru tentang pedagang cakar.
   Beberapa sumber yang kami temukan bahwa, para pedagang lain yang berhubungan dengan penjualan pakaian mengatakan bahwa, tidak ada persaingan yang menjurus kepada persaingan yang tidak fair,[5] seperti yang dikatakan oleh bapak mashuddin, yang berpendapat bahwa tidak ada persaingan antara para pedagang, pokoknya sama-sama berjalan, keuntungan hanya merupakan rezeki pedagang semata, dia pula mengatakan bahwa para pedagang cakar sekarang ini sudah kebanyakan beralih kepada pakaian baru juga, dikarenakan omset perdagangan sudah sedikit berkurang. Dalam wawancara kami, narasumber mengatakan :
“ dalam pertanyaan kami seputar pengaruh pedagang cakar mengenai omset perdagangan pakaian barunya, pak mashuddin sebagai informan, mengatakan penjual cakar itu bagus, bahwa persaingan tidak begitu gencar, kami hanya menjual dan keuntungan atau rezeki hanya kepada tuhan. Persaingan memang ada tapi tidak begitu berpengaruh, pokoknya sama-sama jalan saja.”

4.     Potensi wilayah dalam pemasaran cakar.
Tentang potensi wilayah dalam pemasaran cakar dan dalam kajian ini bagaimana wilayah yang kami fokuskan adalah di pare-pare. Dan bagaimana kami membahas di sekitar daerah pasar senggol dan lakessi di jalan andi makkasau pare-pare.
Tentang potensi wilayah di pare-pare umumnya, berhubung karena masyarakat banyak mengenal pare-pare dengan cakarnya, dan bagaimana pare-pare ini sampai sekarang masih sangat terkenal dengan daerah perdagangan yang punya banyak pilihan, maka pasar-pasar juga menjadi objek strategis untukmenjadi kerangka dalam pembangunan sector ekonomi kerakyatan dan ekonomi wilayah pare-pare sendiri. Dan bagaimana orang-orang daerah lain selalu menjadikan pare-pare menjadi daerah persinggahan dan inilah juga yang bisa diambil menjadi prospek strategis lainnya.
     Pasar senggol yang seakan menjadi symbol dari pare-pare itu sendiri memiliki posisi strategis dalam pengembangannya, apalagi dilihat dari sector area yang menjadi tempat perdagangannya, terletak disekitar wilayah pelabuhan dari kota pare-pare, dan juga lebih menarik lagi dengan pantai yang menjadi batas sisi kanan pasar senggol itu sendiri. Pasar senggol terletak di jalan andi makkasau sekitar area adipura dan monument korban empat puluh ribu jiwa. Di sekitar wilayah lapangan pusat pare-pare dan tempat olahraga lainnya. Memang tempat ini menjadi strategis dengan dukungan dari banyak objek refreshing lainnya.
    Kemudian pasar lakessi, yang berada dijalan lasindrang, poros keluar ke kabupaten Pinrang. Bagaimana dikatakan strategis pula karena objek pembangunan sekarang ini gencar-gencarnya dilakukan, dan sudah berbuah gedung yang sedikit lagi rampung dan diresmikan serta berubah nama menjadi pasar sentral lakessi.
     Pasar lakessi menjadi pasar pertama masyarakat pare-pare yang dalam sejarahnya menjadi pasar yang dulunya menjadi objek perdagangan yang sangat besar. Sangat jarang orang-orang tidak mengetahui adanya pasar ini, seperti tadi dengan dukungan sejarah yang menjadi budaya pemahaman bagi masyarakat.

5.    Gaya hidup dengan potensi cakar di dalamnya

     Dewasa ini bagaimana gaya hidup sudah seiring berjalan dengan globalisasi. Bagaimana trend menjadi harus di ikuti untuk dikatakan normal dan tidak tersisih dari yang lainnya. Budaya trend pula menjadi kehidupan baru dan mempunyai alam baru di masyarakat.  Bagaimana masyarakat dan kalangan muda mudi pada umumnya menilai dan memahami model berpakaian atau fasion menjadi magnet penguat eksistensi dalam keseharian mereka. Gaya hidup dan fashion adalah sebuah jaringan yang tidak bisa dipisahkan karena keduanya tergabung dalam satu system. Sama-sama berjalan dalam roda globalisasi dan budaya baru yang dinela dengan global pop culture.
     Gaya hidup dalam kaitannya bagaimana trend berbusana sekarang ini terlalu terbalut kepada budaya popular barat, celana levis,model baju, merek dan model-model pakaian lainnya seakan termagnet dengan fasion di sana. Hingga saat ini bagaimana budaya K POP pun masuk kedalam partisipasi pemikiran masyarakat dan langsung mengambil posisi terdepan dalam fasion itu sendiri. Boy band, girl band, punk, emo, dan lainnya menjadi cikal-bakal masuknya budaya fasion baru dalam masyarakat.
     Merunut pada bagaimana peran pakaian cakar dalam mengikuti trend masa kini. Dilihat dari sumber pasokan pakaian cakar ini, yang dari berbagai Negara, mulai kawasan asia sendiri sampai eropa dan juga amerika. Dengan demikian ada nilai plus tersendiri mengenai hal ini, bagaimana dengan sendirinya budaya popular bisa dengan mudah dan murah di ikuti, pakaian dengan merek terkenal semuanya sudah dapat terjangkau, yahh walau dengan pandangan serba serbi dari masyarakat kebanyakan.
      Kebanyakan dalam penelusuran lapangan kami dan dengan informan baik dari penjual dan pembeli mengatakan bahwa cakara seakan memberikan warna baru akan tetapi tidak menurun tingkatan dengan fasion yang marak sekarang ini. Malah dengan adanya pakaian cakar memudahkan lagi mereka untuk mengikuti fasion. Jaket dan sampai sepatu yang lumayan bagus semuanya tersaji dalam cakar itu sendiri. Jadi posisi dan potensi cakar dalam penempatannya di hati konsumen dan fokusnya dengan budaya fashion malah mendukung dan mendorong lahirnya budaya-budaya fashion lainnya.

Cakar dan budaya bugis
     Referensi ini kami buat berdasarkan bagaimana kami memaknai budaya bugis dan relasinya dengan cakar. Dan sedikit bertanya sebagai penjelas kepada mereka yang kami anggap mempunyai pengetahuan lebih mengenai budaya bugis dan kami kaitkan dengan cakar tersebut.
Budaya bugis yang seraya menjunjung tinggi nilai saling menghargai, menghormati, norma kesopanan dan bagaimana bugis mementingkan nilai guna bukan eksistensi.
     Budaya bugis dan cakar bisa dikatakan mempunyai relasi yang cukup baik, saling mendukung dengan nilai-nilai yang dikandung dalam kebudayaan bugis, walaupun ada sedikit nilai yang kurang bersahabat dengan masuknya cakar dalam keseharian. Akan tetapi nilai inti seperti menghargai,penghematan dan memilah hal yang berguna saja serta nilai guna yang selalu diperhatikan menjadikan kami berpendapat seperti itu. bagaimana budaya bugis dengan adanya cakar malah lebih mempererat nilai-nilai yang terkandung tadinya.
   Jadi dapat dikatakan bahwa relasi antara keduanya bisa berjalan beriringan dengan dukungan dan kesamaan dalam berjalannya nilai-nilai yang dikandung keduanya.
            Cakar dulu, kini dan nanti.
    Berbicara tentang bagaimana prospek perkembangan cakar nantinya itu sebenarnya hanya bisa kita ketahui apabila dalam proses perkembangan tadi kita mengikutinya dengan seksama, akan tetapi disini saya akan membahas sedikit merunut pada bagaimana perkembangan cakar dulu, kini dan nanti dari semua aspek yang mendukung pembahasan ini di materi diatas.
    Proses perkembangan yang dibahas ini mengarahkan pada bagaimana wujud perbandingan dan perubahan dalam segala aspek dari zaman ke zaman. Seperti dalam penjelasan awal tentang bagaimana sejarah lahirnya cakar yang belum dipastikan akan tetapi kita bisa mengambil awal perbandingan itu dari bagaimana dulunya cakar ada dan menyebar sehingga yang awalnya belum begitu akrab ditelinga sampai pada menjamurnya perdagangan cakar yang bukan hanya di bagian Pare-pare, sidrap, atau Sulawesi selatan malah sekarang hampir di sebagian besar wilayah Indonesia sudah banyak yang menjual cakar bahkan sampai di luar negeri sana.
   Cakar dulu, kini dan akan datang merupakan sedikit pertanyaan tentang bagaimana akan bertahan atau tidaknya cakar dalam prospek perdagangan. Dulu yang mana cakar sangat diminati masyarakat dikarenakan harga dan kualitasnya yang merakyat dan menjadi asset strategis para pedagang membuat perdagangan cakar itu sendiri melambung pesat, jadi bisa dikatakan perkembangan cakar dulu memang menjadi perdagangan yang menuju ke titik jaya atau maksimal dalam prospek pembelian dan penjualannya. Sedikit berbeda dengan yang ada sekarang. Sekarang ini bagaimana sudah mewabahnya pakaian-pakaian yang juga murah dan berkualitas serta mengikuti trend sehingga pakaian cakar seakan telah menjadi nomer dua dalam hal pakaian yang merakyat. Dulunya yang mana penjualan cakar sangat menguntungkan sekarang ini sudah sedikit berkurang malah dapat dikatakan hampir berbanding terbalik dengan realitas dulu. Dulu yang mana para pemburu pakaian cakar ini rela-relaan menunggu hingga datangnya kiriman dan koleksi baru akan tetapi sekarang ini sudah banyak sekali gardu-gardu atau kios-kios serta dipasar-pasar sampai di pinggiran trotoar jalan yang menjual pakaian cakar akan tetapi malah sepi pembeli. Hal ini membuktikan bahwa bagaimana perdagangan atau omset penjualan pakaian cakar sampai pada minat dan keinginan konsumen sudah sangat jauh berkurang. Nah dengan demikian sudah jelas lagi bagaimana perkembangan perdagangan cakar akan datang itu akan bagaimana.
    Dan terakhir adalah prospek pakaian cakar di masa akan datang. Miris sekali rasanya melihat nantinya nasib dari perdagangan pakaian cakar yang akan gulung tikar. Banyak factor yang menyebabkan ini terjadi contohnya saja seperti munculnya trend pasar fashion terbaru yang mana menjualkan pakaian yang bermerek akan tetapi dengan harga dan kualitas yang rendah ( KW ), serta bagaimana tidak kreatifnya para pedagang cakar yang mana mereka tidak mendukung perdagang mereka dengan promosi yang menarik juga maka nantinya era di mana kelangkaan konsumen cakar akan benar-benar cepat terwujudnya. Dan satu hal lagi adalah bagaimana koleksi penjualan cakar sekarang ini tidak sperti dulu lagi yaitu up to date, sekarang ini hampir bisa dikatakan koleksi cakar itu sudah jadul dan kuno. Itupula yang menyebabkan perdagangan cakar kedepannya itu akan lumpuh atau malah hilang.
     Jadi dapat dikatakan bahwa perdagangan cakar bisa di analogikan seperti lilin yang mana semakin lama menyala maka akan semakin berkurang sampai benar-benar habis. Nah seperti itulah pengibaratan perdagangan cakar dimana dari dulu,kini hingga akan datang, dari yang dulunya menjadi trending topic malah akan datang menjadi disappear atau menghilang.

            Cakar vs KW.
   Cakar. Cakar dan cakar. Banyak sekali yang bisa dibahas di dalam dunia pakaian cakar ini. Di samping bagaimana kejayaan perdagangan cakar dulu yang seperti virus yang mewabahi sebagaian besar kelas dalam stratifikasi social yang ada di masyarakat. Dan sampai bagaimana perdagangan cakar juga sudah menjadi trend terbaru yang menjadikan sebagian besar wilayah-wilayah lain yang yang belum terjamah dengan perdagangan pakaian murah ini sudah bisa dinikmati karena cakar ini menjadi asset popular tersendiri.
    Dewasa ini bagaimana persaingan sudah banyak terjadi, bukan hanya dalam konsep politik saja ataupun ekonomi akan tetapi dalam aspek kecil di dalam dunia budaya fashion pun sudah mengalami banyak persaingan, mulai persaingan merek dan kualitas dari tinggi ke rendah sampai juga pada persaingan kelas bawah yaitu cakar dengan pakaian KW. Nah dari tadi pembahasan selalu menyebutkan tentang KW. Apa sih KW itu?
Dari berbagai sumber yang sudah dikumpulkan. Disimpulkan bahwa kata KW itu pada dasarnya singkatan dari kata Kwalitas seperti pula pada kata Cakar yaitu Cap karung. Bayangkan saja baru nama yang keduanya disingkat sudah tercium aroma persaingan. Sekedar intermesso. Lanjut bahwa sebenarnya KW itu merupakan pemaknaan dari suatu hal yang wujudnya mirip atau biasa kita kenal dengan imitasi atau tiruan.
Apa hubungannya cakar dengan KW tadi?. Hubungannya adalah sekarang ini sudah menjamurnya pakaian yang bermerek original akan tetaapi berkualitas rendahan. Mengapa demikian, karena seperti kita ketahui kelas ekonomi kerakyatan kita terbagi menjadi tiga bagian dari kelas atas, menengah sampai kelas bawah. Akan tetapi yang banyak diantaranya adalah kelas menengah kebawah. Nah inilah yang menyebabkan KW itu muncul di dunia fashion, adalah bagaimana para konsumen dapat memiliki pakaian yang juga bermerek tapi dengan harga yang sesuai dengan kantong masyarakat. Berikut ini adalah sedikit pembahasan lebih mendalam mengenai berbagai macam tipe kualitas pakaian mulai dari original sampai KW yang mana semoga bisa menambah keterangan dari pembahasan diatas.
a.    ORI / Original
     Jenis produk dengan kualitas Original adalah produk yang merupakan barang resmi dari pihak pembuatnya. Barang ini murni di produksi, di seleksi, di standarisasi oleh sang produsen sendiri sehingga kualitas barang benar-benar terjaga dan tidak mengecewakan para pembelinya.
b.    OEM atau Original Equipment Manufacturer
    OEM sering kali disamakan dengan KW padahal ini jelas berbeda, OEM sendiri merupakan produk yang memiliki kualitas sama dengan Original, lalu dimana perbedaannya? Jika produk Original di produksi oleh pihak pembuatnya sendiri, produk OEM merupakan produk Original diproduksi produsen lain yang juga memiliki nama besar. Masih bingung? Berikut sedikit gambarannya. Misalkan Perusahaan A membuat produk bernama SkyDiver, maka SkyDiver dengan kualitas Original dibuat di Perusahaan A itu sendiri. Nah suatu saat pesanan Perusahaan A begitu banyak sehingga harus mencari partner lain yaitu Perusahaan B untuk membantunya dalam melakukan produksi untuk area tertentu. SkyDiver yang di produksi pada Perusahaan B inilah yang dikatakan sebagai produk kualitas OEM. Meskipun begitu, SkyDiver yang diproduksi oleh Perusahaan B akan tetap dijual dengan menggunakan Brand milik Perusahaan A namun harganya lebih murah dari produk Original.
c.    KW SUPER
Akan lebih mudah bila kita menganalogikan di dunia fashion aja biar mudah dicerna, misalkan kalian beli baju di Amrik, terus sampe di Indonesia kalian copy abis-abisan semirip mungkin dari desain, bahan, corak dst.,, naah produk inilah yang disebut kw super, kenapa super? karena dibuat dengan kualitas dan desain yang semirip mungkin dengan produk aslinya, namun mereka ini gak membayar royalty/tanpa izin. Bukan cuman di KW Super saja perjalan kualitas ini berhenti akan tetapi sampai pada penomoran lagi dari tingkat 1-3 berdasar pada kualitasnya.
   Disinilah titik dimana persaingan antara Cakar dan KW dimulai. Dan seperti pembahasan sebelumnya mengenai cakar dulu, kini dan akan datang bahwa prospek kedepan dari perdagangan cakar akan berkurang dan disinilah titik dimana pakaian KW menjadi pendukung dalam runtuhnya kejayaan dari perdagangan cakar itu sendiri. Hal ini di dukung dengan bagaimana dilihat dari trend, merek, kualitas semuanya bisa dikatakan diatas dari pakaian cakar itu sendiri. Akan tetapi pada dasarnya pakaian cakar yang asal muasalnya pakaian original akan tetap berada di bawah pakian KW dalam pandangan konsumen. Masih ada lagi factor pendukung dimana pakaian KW lebih bisa dihargai dan dipandang lebih menarik dari pada cakar yaitu
a.    Bagaimana kreatifitas dari pembuat pakaian KW yang mengikuti perkembangan zaman baik dalam segi warna, motif, model dan lainnya.
b.    Bagaimana penjualan dari pakaian KW di lakukan di tempat yang memang mendukung dalam penjualannya.
c.    Bagaimana inovasi dari pembuatan pakaian KW ini memang hampir menyerupai pakaian originalnya sehingga kemauan konsumen yang pada dasarnya menguatkan eksistensinya bisa tercapai dengan harga terjangkau.
     Dinamika persaingan memang tidak bisa dilepaskan dalam segala aspek sampai aspek fashion diatas juga. Sebenarnya zaman seakan mengarahkan perdagangan cakar ini menjadi tumbal dari banyaknya pengaruh budaya-budaya lain yang menggeruskan pandangan sebelumnya.
            Cakar di mata dunia
     Cakar dimata dunia. Luar biasa apabila kita mendengar kalimat itu, cakar bisa dilirik dunia. Maksudnya disini adalah bagaimana cara berdagang pakaian yaitu berdagang pakaian bekas juga di adopsi oleh orang-orang diluar negeri sana atau malah sebaliknya kita yang mengadopsi cara berdagang mereka. Masih belum pasti mengenai permasalahan seperti ini.
     Disini akan dibahas bagaimana bangsa luar memandang bahwa negara kita ini bisa dijadikan asset berharga dalam perdagangan berhubung dengan bagaimana banyak hal-hal yang mendukung tersebut. Baik itu budaya konsumerisasi masyarakat, kelas ekonomi sampai pada interprestasi dari globalisasi yang dimengerti betul oleh bangsa luar dan dapat di manfaatkan olehnya. Bagaimana sumber dari pakaian cakar ini yang bukan hanya dari local akan tetapi malah mayoritas sumber dari pakaian cakar ini diambil dari luar negeri. Nah hal inilah mengapa kebanyakan dari pakaiana ini merupakan pakaian original.
     Cakar dimata dunia merupakan jalur yang bisa dikembangkan terus menerus dikarenakan bagaimana masyarakat kita selalu bercermin dengan westernisasi yang seperti makan sampah dari bangsa lain apalagi di daerah eropa sana.
     Jadi dapat dikatakan bahwa bagaimana pandangan dunia tentang perdagangan cakar ini adalah sebagai bisnis lain atau asset yang berada dijalur lain yang besar dan sangat menguntungkan dikarenakan adanya tarik ulur kebudayaan atau pemahaman dan pandangan antara msayarakat luar sana dengan masyarakat kita yang bisa dia manfaatkan.
  


DAFTAR PUSTAKA

N Gregory mankiw.2007. makroekonomi Harvard university ERLANGGA
Faisal basri.2002. Perekonomian Indonesia.Ciracas,Jakarta 13740 ERLANGGA
Dra.Ridasari bachtiar.2001.dampak perdagangan pakaian bekas terhadap ekonomi masyarakat di kotamadya Makassar.balai kajian dan sejarah dan nilai tradisional makassar
inilahmuda.blogspot.com/p/onboard.htm
caritacampurrattu.blogspot.com › Makassarta'

http://www.thecrowdvoice.com/post/pengertian-ori-oem-kw-super-kw-1-dst-4752412.html


[1] inilahmuda.blogspot.com/p/onboard.htm
[2] caritacampurrattu.blogspot.com › Makassarta'
[4] N Gregory mankiw makroekonomi Harvard university ERLANGGA
[5] Faisal basri. Perekonomian Indonesia.Ciracas,Jakarta 13740 ERLANGGA

1 komentar:

  1. Semoga Bermanfaat Yahhh...

    Tabe' dih yang mau copy baiknya Izin dulu,,ok

    BalasHapus

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Mahaligai Budayaku - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger