Review Buku
Patron & Klien di Sulawesi Selatan
By Heddy
Shri Ahimsa Putra
Patron & Klien adalah suatu Hubungan interaksi antar anggota
masyarakat yang melibatkan persahabatan instrumental. Yang mana kita tahu bahwa
patron merupakan suatu strata yang
lebih tinggi baik itu dari segi kedudukan ekonomi maupun sumber daya lain yang
seakan memberikan segi keuntungan atau perlindungan atau keduanya kepada orang
yang lebih rendah kedudukan atau Klien.
Dalam
buku ini sebenarnya lebih menjelaskan
tentang gejala patron-klien oleh Scott yaitu :
Adanya
perbedaan yang mencolok antara kepemilikan dan atas kekayaan dan status serta
kekuasaan.
Keinginan
untuk memperoleh keamanan pribadi disaat tidak adanya kontrol sosial yang mengakibatkan
keamanannya terancam.
Hasil
dari hubungan kekerabatan yang tidak efektif mengakibatkan untuk memberikan
perlindungan kepada individu maupun keinginan-keinginan untuk memperoleh
kekayaan, kekuasaan dan status strata.
Dalam hubungan patron-klien tersebut yang
mana si patron selalu memberikan bantuan baik moril maupun materil dan
sebagaimana yang seharusnya si klien akan membalas bantuan tersebut baik dengan
dukungan yang umum, bantuan termasuk jasa pribadi kepada patron, akan tetapi
seakan tidak akan pernah setara dengan apa yang patron berikan kepada klien
tersebut. Ada beberapa hal yang dapat membuat hubungan instrumental ini dapat
selalu berjalan seperti.Rasa menghargai terhadap pemberian dan rasa wajib membalas untuk menghidupkan hubungan
timbal balik ini serta terdapat aturan dalam masyarakat tentang penawaran klien
dan mundurnya klien terhadap hubungan intrumental ini. Adanya konsep
ketidakseimbangan dan ketidaksamaan antara kedudukan dalam pertukaran yang
menyebabkan hubungan ini memberatkan si klien karena ia akan tetap terikat
kepada patronnya karenan pengaruh ketidak setaraan. Serta tatap muka langsung
dan bagaimana jangkauan patron dalam memperoleh klien ini yang ada disekitar
menjadi ciri khusus gejala patron klien ini.
Hubungan patron-klien di Sulawesi Selatan
dikenal dengan nama Minawang ini dan yang terjadi di kalangan suku bugis
biasanya patron adalah ajjoareng atau
orang yang menjadi panutan biasanya dikenal dengan Aru,Punggawa,Karaeng ataupun
Pemuka masyarakat . dan joa atau
pengikutnya merupakan klien. Karaeng, anakaraeng dengan ana’ ana’ ataupun
taunna’, adalah contoh patron klien di suku bugis makassar yang mana hubungan
antara keduanya dikenal dengan Mengikuti atau kesukarelaan dalam hubungan
menyebabkan ikatan tersebut dapat diputuskan. Dalam ikatan ini si patron atau
kareng dapat memecat langsung si Tau’taunna atau klien apabila ada kesalahan
ataupun kejahatan yang dilakukakannya dan si klien juga dapat berpindah ke
patron lain apabila tidak merasa adanya perlindungan dengan keadilan dari
patron yang lama. Hubungan ini mengalami arus timbal balik berupa bukan hanya
anakaraeng yang menggantungkan hidupnya pada karaeng. Karena semakin tinggi
strata kebangsawanan anak karaeng maka semakin banyak pula pengikutnya dan akan
semakin tinggi pula martabat si patron ini. Maka hubungan ini mendapatkan
ikatan timbal balik ataupun saling menguntungkan baik itu karaeng butuh taunna
untuk meningkatkan strata dan taunna ini mendapatkan siri yang ada padanya akan
terlindungi disamping keuntungan lainnya.
Hubungan patron-klien di sulawesi selatan ini pada dasarya bertahan dari
dulu dan tetap stay dewasa ini.
Secara umum hubungan patron-klien
semata-mata untuk mempertahankan hidupnya dalam keadaan tertentu dan hubungan
ini tercipta karena adanya kondisi
tertentu dalam masyarakat. Dan hal inipun lebih kental dengan
terbuktinya patronase sebagai wujud pelapisan kedudukan strata,kekayaan dan
kekuasaan di sulawesi selatan serta ikatan kekerabatan yang mengutamakan budaya
siri kaum sulawesi mengakibatkan mereka dapat menolong dalam menyelasaikan
masalah dengan cara dia sendiri. Patronase di sulawesi selatan juga di dukung
dengan kondisi budaya dan sosial serta materialnya, yang mana kondisi budaya
tentang kepercayaan nilai-nilai & mitos yang mengikat dan pelapisan sosial
dalam kondisi sosialnya serta keadaan demografi dalam kondisi materilnya.
Selain kondisi diatas kondisi hubungan
kota dan desa yang tidak lancar mendukung patronase ini, pihak yang memiliki
akses ke kota dan memiliki akses tersebut maka dia akan menjadi orang yang yang
diatas kedudukannya,karena dia yang sering dimintai tolong oleh masyarakat
lain.
Saran dan Kritik
Dalam
kelebihan buku ini adalah walaupun
buku ini tanpa penelitian langsung melainkan hanya berdasar referensi-referensi
akan tetapi menurut saya telah mencangkup segala aspek-aspek relasi dalam
patron-klien ini serta penggambaran tentang pembahasan patronase di sulawesi
selatan ini jelas dan juga karena buku ini revisi dari buku awal yaitu Minawang
akan tetapi pembaharuan-pembaharuan yang lebih menjelaskan gejala patronase
semakin jelas. Dan adapun kekurangan buku
ini adalah bagaimana percontohan dalam setiap gejala patronase hanya pada satu
jenis suku padah sperti yang saya tahu ada suku lain yang juga dalam sulawesi
selatan, merunut pada judul buku ini, masih banyak pembahasan yang sulit
dimengerti dan juga setiap pembahasan mungkin baiknya lebih diperjelas dalam
percontohan agar dapat lebih ditelaah dengan baik.
Paradigma
Paradigma
yang digunakan adalah paradigma fungsional-struktural ataupun actor-oriented
karena menjelaskan langsung mengenai pelapisan masyarakat yang berhubungan
langsung dengan fungsi masing-masing kelompok tersebut serta bagaimana
menjelaskan langsung siapa yang melakukan atau yang mengerjakan patronase
tersebut berdasarkan orientasi tugas dan fungsi masing-masing pihak yang
menjalankan patron & klien ini.
Nama :
Eka Suhartono
Nim : 1168040032
Pendidikan
Antropologi Kelas A
bagus gan reviewnya.... bermanfaat sekali
BalasHapus